Penatalaksanaan Fisioterapi pada Post Sectio Caesarea e.c. Impending Eklampsia: Studi Kasus
Abstract
Pendahuluan: pre eklampsia merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi selama kehamilan atau setelah melahirkan dimana terdapat tekanan darah tinggi dan tanda-tanda gangguan organ lain. Tekanan darah tinggi saat hamil dapat meningkatkan risiko terjadinya pre eklampsia, kelahiran prematur, solusio plasenta, dan kelahiran sesar. Sectio caesarea adalah sebuah teknik operasi untuk melahirkan janin dan hasil kehamilan melalui sayatan pada abdomen. Permasalahan yang terjadi pada kasus post sectio caesarea e.c. impending eklampsia adalah hipertensi, nyeri pada bekas luka operasi sectio caesarea di perut bawah, penurunan kekuatan otot abdominal dan pelvic floor, penurunan kemampuan fungsional, dan oedema pada ankle kanan dan kiri. Adapun intervensi fisioterapi yang dapat diberikan yaitu diaphragmatic breathing exercise, active movement exercise, knee rolling, abdominal exercise, pelvic tilting, pelvic floor exercise, dan latihan mobilisasi bertahap. Presentasi Kasus: pasien Ny. AK usia 37 tahun dengan diagnosa medis post sectio caesarea e.c. impending eklampsia mengalami permasalahan berupa hipertensi, nyeri pada bekas luka operasi sectio caesarea di perut bawah, penurunan kekuatan otot abdominal dan pelvic floor, penurunan kemampuan fungsional, dan oedema pada ankle kanan dan kiri. Intervensi dan Hasil: pasien diberikan intervensi fisioterapi berupa diaphragmatic breathing exercise, active movement exercise, knee rolling, abdominal exercise, pelvic tilting, pelvic floor exercise, dan latihan mobilisasi bertahap sebanyak 3 kali dan didapatkan hasil bahwa terjadi penurunan tekanan darah, penurunan nyeri (diam, tekan, gerak), peningkatan kekuatan otot (abdominal dan pelvic floor), peningkatan kemampuan fungsional, dan penurunan oedema pada ankle kanan dan kiri. Diskusi: penurunan tekanan darah dan nyeri terjadi setelah diberikan intervensi fisioterapi berupa diaphragmatic breathing exercise. Selain itu, terjadi juga peningkatan kekuatan otot abdominal dan pelvic floor setelah diberikan intervensi fisioterapi berupa knee rolling, abdominal exercise, pelvic tilting, dan pelvic floor exercise. Peningkatan kekuatan otot juga dapat dipengaruhi oleh nyeri yang mulai berkurang sehingga pasien tidak takut untuk bergerak atau melakukan latihan. Kemampuan fungsional pasien juga mengalami peningkatan setelah diberikan intervensi fisioterapi berupa active movement exercise dan latihan mobilisasi bertahap. Peningkatan ini juga dipengaruhi oleh kondisi umum pasien yang semakin hari semakin membaik, tekanan darah yang mulai terkontrol, dan penurunan nyeri. Oedema pada ankle kanan dan kiri juga mengalami penurunan setelah diberikan intervensi fisioterapi berupa active movement exercise anggota gerak bawah (AGB) berupa ankle pumping dan dipengaruhi oleh pemberian obat furosemide. Kesimpulan: pemberian intervensi fisioterapi berupa diaphragmatic breathing exercise, active movement exercise, knee rolling, abdominal exercise, pelvic tilting, pelvic floor exercise, dan latihan mobilisasi bertahap sebanyak 3 kali dapat untuk menurunkan tekanan darah, mengurangi nyeri (diam, tekan, gerak), meningkatkan kekuatan otot (abdominal dan pelvic floor), meningkatkan kemampuan fungsional, dan mengurangi oedema pada ankle kanan dan kiri pada kasus post sectio caesarea e.c. impending eklampsia.