Quo Vadis Aceh sebagai Daerah Otonomi Khusus Dalam Negara Republik Indonesia

Authors

  • Muhammad Heikal Daudy Universitas Muhammadiyah Aceh
    Indonesia

Abstract

Diskursus mengenai re-aktualisasi Pancasila dalam Pembentukan Etika Bernegara menjadi hangat kembali dewasa ini, seiring memudarnya penerapan sila ke-3 yaitu Persatuan Indonesia. Pudarnya makna persatuan tersebut dilihat dari eksistensi daerah-daerah yang berstatus khusus atau istimewa seperti halnya Aceh, yang dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir terus mengalami pendegradasian status daerahnya, baik secara terbuka (eksplisit) maupun tertutup (implisit), khususnya yang berkenaan dengan pemenuhan kewenangan Aceh sebagai daerah otonomi khusus berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).

Legalitas dan legitimasi kedudukan Aceh sebagai daerah otonomi khusus berdasarkan UUPA tersebut, berasal dari Pasal 18B ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan Hasil Amandemen. Pada awalawal berjalanannya Keistimewaan dan Kekhususan Aceh, agenda-agenda hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah berjalan cukup kondusif dan dinamis. Aceh kala itu menjadi pusat pengarusutamaan (mainstream) secara nasional. Namun dalam amatan akhir-akhir ini, kondisi demikian tidak lagi berjalan konstruktif bahkan berjalan ke arah destruktif. Keadaan yang sungguh tidak diharapkan. Oleh karena eksistensi UUPA sebagai pilar di masa transisi damai sekaligus blue print pembangunan Aceh pasca gempa-tsunami dan konflik bersenjata berakhir, tidak lagi menjadi perhatian khusus oleh Pemerintah Pusat di Jakarta, dan ini jelas mengancam rasa persatuan dan kesatuan kita.

Downloads

Download data is not yet available.

Downloads

Published

2022-12-12